Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Berita

PHK Sepihak Pimpinan Serikat di PT YMMA, FSPMI: Ini Ancaman Demokrasi di Tempat Kerja

19
×

PHK Sepihak Pimpinan Serikat di PT YMMA, FSPMI: Ini Ancaman Demokrasi di Tempat Kerja

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Sekretaris Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI), Slamet Abadi, menyatakan keprihatinannya terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA), khususnya terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap Ketua dan Sekretaris Pimpinan Unit Kerja (PUK) serikat pekerja.

“Kami menegaskan bahwa buruh hanya ingin bekerja dengan tenang, memperoleh hak-hak normatifnya, dan dilibatkan secara adil dalam relasi industrial. Pemecatan sepihak terhadap pimpinan serikat bukan hanya melanggar etika hubungan industrial, tetapi juga mengirimkan sinyal buruk bagi iklim demokrasi di tempat kerja,” ujar Slamet dalam keterangannya, Kamis (10/7).

Example 300x600

Slamet menegaskan bahwa tindakan PHK tersebut mencederai prinsip perlindungan terhadap kebebasan berserikat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, serta Pasal 104 dan 143 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurutnya, industri yang sehat hanya mungkin terwujud jika menghormati kebebasan berserikat.

“Tidak ada industri yang sehat tanpa penghormatan terhadap kebebasan berserikat. Jika pekerja yang menjalankan fungsi advokasi justru dipecat, bagaimana mungkin buruh bisa menyuarakan keluhannya secara damai dan prosedural?” lanjutnya.

Lebih jauh, Slamet juga menyoroti peran seorang oknum konsultan PT YMMA yang justru membuat pernyataan publik dengan menyamar sebagai “pengamat investasi”. Menurutnya, narasi yang dibawa oleh konsultan tersebut bersifat provokatif dan berpotensi memecah belah hubungan internal antara pekerja dan manajemen.

“Konsultan seharusnya membantu meredakan konflik dan memperkuat dialog konstruktif, bukan justru membentuk opini publik yang memperkeruh suasana. Ini bukan ranah mereka. Jika ada kesepakatan hasil mediasi, semua pihak—termasuk konsultan dan penasihat eksternal—wajib menghormatinya,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sudah memiliki jalur formal melalui mekanisme bipartit, tripartit, hingga Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika diperlukan. Oleh karena itu, narasi liar di luar proses tersebut hanya akan melemahkan kepercayaan publik dan berpotensi melanggar prinsip non-interference.

“YMMA harus menunjukkan bahwa mereka adalah perusahaan global yang taat hukum, bukan membiarkan pihak eksternal menggiring opini seolah-olah serikat pekerja adalah penghambat investasi,” ujar Slamet.

Di sisi lain, sekitar 150 buruh dari Konsulat Cabang (KC) FSPMI melakukan aksi unjuk rasa di depan pabrik PT YMMA, Cikarang Barat, Bekasi, pada Selasa (8/7), sebagai respons terhadap PHK sepihak terhadap Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI PT YMMA. Sehari setelahnya, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bekasi dan Polres Bekasi menginisiasi mediasi guna meredam konflik industrial tersebut.

Slamet mengapresiasi langkah Disnaker dan Polres Bekasi dalam memfasilitasi mediasi yang menghasilkan beberapa poin kesepakatan antara pihak buruh dan manajemen. Ia menegaskan bahwa serikat buruh di bawah naungan FSPMI siap mendukung terciptanya iklim kerja yang kondusif, selama perusahaan bersikap adil dan menghormati mekanisme penyelesaian yang telah disepakati bersama.

“Jangan rusak komitmen mediasi dengan retorika yang tidak bertanggung jawab. Buruh bukan anti-investasi. Justru kami adalah garda terdepan yang menjaga agar proses produksi tetap berjalan, selama hak-hak kami tidak diinjak-injak,” pungkas Slamet.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *